10 Life Lessons in 2023

Karina
10 min readDec 26, 2023

--

Tahun 2023. Usiaku berganti menjadi kepala dua. Mataku yang awalnya menekuni rangkaian bunga untuk dikemas dalam buket berganti menekuni catatan kuliahku, belajar untuk ujian akhir semester.

Aku masih bertahan di sini. Rasanya menakjubkan mengalami momen ini, setelah bemusim-musim yang panjang dan melelahkan, tetapi sampai jua aku di penghujung tahun ini. Dan mimpi-mimpi besar yang kudambakan tahun lalu, telah banyak terwujud.

The beauty of the mundane things in life, keindahan dari hal-hal yang biasa dalam hidup

Setiap hari bukanlah hari-hari yang biasa, bukan hanya untuk lekas kita larikan diri darinya esok harinya, tetapi untuk dijalani dengan kesadaran dan hati yang penuh, diamati dan direfleksikan. Setiap hari bukanlah hari-hari yang biasa, sebab hidupnya kita di hari ini, bisa jadi adalah doa yang pernah kita pinta.

Berikut adalah sepuluh pelajaran hidup dari tahun 2023.

1. Changing is scary, so is staying the same

Sepanjang tahun 2022 dan separuh tahun 2023 aku isi dengan kerja di industri floristry. Pada Juni 2023 ketika masih kerja, aku dinyatakan lulus seleksi bersama masuk PTN 2023.

Pilihan ini sangat menakutkan sebab aku akan menghadapi perubahan besar dalam hidupku yang meliputi perubahan diri, prioritas dan rutinitas.

Namun, aku menyakinkan diriku bahwa pendidikan tinggi adalah hal yang penting dalam hidupku. I said yes, dan aku menjadi yang pertama dalam keluarga inti aku yang berkuliah. Hal ini menandai masa transisiku dari kehidupan kerja ke kuliah.

Masa perkenalan kampus Agustus 2023 lalu

Di penghujung tahun ini aku juga mulai mengenakan hijab. Dan aku sangat bahagia dengan perubahan ini.

Namun, perubahan tak hanya terbatas dengan perubahan yang besar, tetapi juga yang kecil. Mengenai perubahan kecil maupun besar dalam hidup kita, perasaan takut akan perubahan itu akan selalu ada. Memang, perubahan adalah hal yang menakutkan, tetapi bukankah tidak ada perubahan itu sama menakutkannya?

2. Say yes to every opportunity

Tahun ini ada banyak kesempatan yang baik datang kepadaku, bersamaan dengan transisi ke kehidupan kuliah. Tentu, ada perasaan ragu-ragu, takut, tak mampu ketika berhadapan dengan berbagai kesempatan yang tampaknya asing atau belum pernah dicoba.

Ketimbang bertanya-tanya bagaimana rasanya — dengan catatan kesempatan sifatnya positif — aku menanamkan pola pikir bahwa kesempatan yang kuragukan, kutakutkan dan kupertanyakan itu worth it untuk dicoba.

Beberapa kesempatan tahun 2023 ini yang aku sangat senang bisa I said yes to adalah aku menjadi salah satu pengurus inti sebuah komunitas literasi Indonesia yang berfokus pada bacaan sejarah, yaitu Baca Buku Sejarah Bareng. Aku juga daftar program sukarelawan (volunteering) terbesar se-Kalimantan Selatan. Aku bilang “ya” pada berbagai kesempatan memimpin kerja kelompok kuliah, pada tawaran menjadi penanggung jawab mata kuliah, asistensi penelitian dosen prodi, menjadi reporter dalam liputan pers sebagai calon anggota lembaga pers yang aku ikuti.

Seringkali bilang “yes” ke suatu kesempatan memberiku tambahan tanggung jawab dan kewajiban untuk mencurahkan pikiran, tenaga, waktu dan materi — dengan mempertimbangkan tangggung jawab dan kewajiban yang telah ada — dan kesempatan menuntutku untuk merasa nyaman dengan keadaan yang tidak nyaman, itulah syarat untuk bisa bertumbuh menjadi lebih baik.

3. What does not work is redirection to what is meant for you

Ada keberhasilan, ada pula kegagalan, yang diikuti dengan kekecewaan dan atau perasaan negatif lainnya. Jika terus diberi ruang, perasaan negatif akan membebani diri, memberatkan tiap langkah kita. Kita bangun di pagi hari. Pikiran berputar-putar dalam ruminasi tentang apa yang kita lakukan salah, mengapa kita gagal, bagaimana hidup kita setelah kegagalan ini, sementara itu rasanya tangan maupun kaki kita menjadi sulit sekali untuk menggapai apa yang kita inginkan.

Namun, benarkah bahwa kita mesti menggapai segalanya sesuai dengan rancangan dan cara-cara yang kita tetapkan sebelumnya? Nyatanya, dunia tak selalu berjalan semau hati kita.

Penyadaran di atas mendorongku untuk bertanya ke dalam diriku. “Apakah akan aku menerima atau menolak kenyataan yang telah terjadi di hidupku? Setelah menerima segala sesuatu telah terjadi sebagaimana adanya, apa yang mesti aku lakukan? Apakah diperbolehkan aku merasa berduka, terpuruk karena hal buruk yang telah terjadi?”

Ya, kenyataan yang telah terjadi membuatku merasa sedih, sesak, kecewa, dan sebagainya, aku boleh merasakan dan memproses perasaan-perasaan itu, tetapi, tentu setelah kegagalan, keterpurukan ini, aku tetap dapat mencoba lagi, menempuh jalur yang berbeda.

Kegagalan atau apapun yang tak terjadi sesuai dengan yang rencanaku, hanyalah suatu redirection, yang membukakan jalur lain yang sebenarnya dimaksudkan untukku. Kegagalan itu mengarahkanku pada jalan yang yang lebih baik untukku.

Narasi di atas itu menguatkanku di hari-hari musim dinginku, hingga kini.

4. Take care of yourself, even in the depths of winter

In the depths of winter adalah istilah untuk masa-masa sulit dalam hidupku. Musim dingin ini telah kulalui tak terhitung beberapa kali sepanjang tahun 2023 ini. Musim yang kujalani dengan perasaan keruh, muram, susah hati, letih, frustrasi, hampa, dan sebagainya.

Januari 2023, rutinitas bekerja sebagai florist

I may have been in a foul mood this morning. After taking a hot shower, I dress up, prepare and cook for my breakfast and box lunch, sip my morning iced tea, eat breakfast quietly, and clean the house because Mom likes to walk around on a clean floor.

I talked to myself in the kitchen.“This is what you will do for the rest of your life,” I thought. “Take care of yourself well and the little things, because it takes care of a life.”

Tahun ini aku belajar cara tetap bertahan dengan cara yang baik sepanjang musim dinginku. Walau sedang berada di masa yang sulit aku tetap untuk memperlakukan diriku dengan cara yang halus, sebab tak seorang pun yang memiliki kewajiban itu selain diri sendiri. Cara bertahan ini kubagi menjadi tiga, self-soothing, regulate emotions dan maintain routine.

Self-soothing berarti menenangkan diri sendiri, ketika emosi yang sulit muncul dan usai. Ketika emosi muncul, biasanya aku take a pause untuk melakukan teknik pernapasan dan melakukan gestur yang memberikan rasa aman kepada diri sendiri seperti butterfly hug.

Regulate emotions berarti meregulasi atau mengatur emosi yang muncul. Aku memberi waktu untuk mengekspresikan emosi yang sulit, dengan cara yang aman seperti menangis atau menuliskannya dalam jurnal.

Maintain routine berarti mempertahankan untuk melakukan rutinitas yang ada, terutama yang esensial, seperti makan, minum, membersihkan diri, beribadah, dan sebagainya. Dalam musim dingin sangat sulit untuk melakukan segala hal, jadi, tidak apa-apa hanya mempertahankan rutinitas yang esensial.

5. Spend more time in solitude and observe

Membaca buku tempat terbuka atau perpus, pergi ke tempat makan favorit, berjalan-jalan ke luar rumah, adalah beberapa kegiatan favoritku yang tak masalah kujalani sendirian.

Membaca novel Lebih Putih Dariku di bawah pendopo saat sore hari

Walaupun sendiri, aku tak merasa sepi, sebab aku menikmati perasaan “bersama” dengan diriku sendiri. Perasaan ketika aku merebahkan diriku di bawah nauangan pendopo — melindungi diri dari siang yang panas — dengan buku Kehidupan Dunia Keraton Surakarta: 1890–1939 di tangan. Perasaan ketika aku duduk di kursi taman kota dan melihat sinar matahari bermain di kulit tangan dan kakiku, juga di antara ranting dan dedaunan hijau barisan pohon yang usianya barangkali menggapai ratusan. Perasaan ketika aku menikmati mie ayam kesukaanku dengan bangku kosong di sebelahku, seraya memperhatikan gerimis dari gumpalan awan abu-abu di langit. Perasaan ketika aku sedang dalam perjalanan pulang usai kuliah, mengendarai motorku sambil menyaksikan mahakarya Allah di langit, sebuah kanvas yang nampaknya tak terhingga, diwarnai semburat merah, oranye dan kuning. Dalam hatiku aku merasa damai dan tak sepi.

Sadari momennya. Lihat momennya. Dan lihat ke dalam diri sendiri. Kebanyakan orang merasa begitu sepi salah satunya sebab mereka tidak melihat ke dalam diri sendiri, mereka tidak mengenal diri sendiri.

6. See the moment with another lens

Lihat momen dengan “lensa” yang berbeda. Bagaimana hidup terasa untuk kita tergantung pada bagaimana kita melihat momen-momen, dengan kata lain, lensa seperti apa yang kita pakai?

Kali pertama ikut diskusi literasi Komunitas Gembel dengan lensa keingintahuan dan antusiasme

Ketika kita melihat ketidaksetujuan orang lain dengan pendapat kita lensa penuh amarah dan permusuhan, maka segala yang ada di hadapan kita akan hancur.

Ketika kita melihat penderitaan yang kita rasakan di momen kini dengan lensa penuh putus asa, maka rasanya jalan hidup ke depan seperti berkabut atau malah begitu gelap sekali.

Ketika kita melihat langit tiba-tiba mendung dan hujan turun seperti dilemparkan — padahal kita ingin melakukan sesuatu di luar rumah — dengan lensa penuh kecewa, maka rasanya segalanya kita lewatkan.

Tahun ini aku belajar untuk mencoba mengubah lensa, atau cara pandangku terhadap inconvinience yang terjadi.

Aku mencoba mengubah lensa penuh amarah dan permusuhan menjadi lensa pengertian (understanding) dan empati: “Ternyata, setiap orang memiliki pengertian dan prinsip yang berbeda dan tidak apa-apa menemukan ketidakcocokan dengan seseorang”.

Lalu, mengubah lensa penuh putus asa dengan lensa kasih sayang (compassion) dan sabar (patience) dengan diriku sendiri: “Dalam penderitaan, dalam hari-hari sulit, aku akan melangkah melambat, dengan memperlakukan diriku dengan penuh sayang dan sabar”.

Dan mengubah lensa penuh kecewa dengan lensa ingin tahu (curiosity) dan perhatian (attention) dengan sekitarku: “Ternyata, hujan rasanya sangat menyenangkan ketika jatuh di kulitku”.

Kualitas hidup kita akan membaik dengan mengubah lensa kita.

7. Write about what enrages, mourns, shames you

Rasanya, inilah akumulasi, intisari, dari pengalaman menulis jurnal tentang keseharianku setiap hari selama tiga tahun terakhir: menulis meredakan segala beban dalam diri.

Semua itu dimulai dengan jujur pada diri sendiri tentang perasaan sulit yang tengah aku rasakan, seperti perasaan amarah, duka, terhina, malu, dan sebagainya.

Ya, aku mengakui terlebih dahulu bahwa perasaan itu ada dalam diriku, baru menuliskannya dalam jurnalku. Menuliskan perasaan negatif membantuku untuk mengindentifikasi apa yang tengah kurasakan dan sebabnya.

8. Eliminate “empty” electronic stimuli

Aku menyadari bahwa mudah sekali mendapatkan segalanya hanya dari sebuah benda di genggaman tangan, yaitu ponsel. Segalanya, termasuk “sampah” atau stimuli elektronik yang “kosong”, sebuah distraksi dahsyat dalam keseharianku.

Stimulasi kosong ini wujudnya bisa mindlessly, bloom scrolling Instagram, X, TikTok, atau membiarkan televisi menyala dan ribut tanpa menontonnya, atau membuka dan melihat isi ponsel setiap saat tanpa tujuan dan kontrol.

Intinya, stimuli ini adalah sampah yang mengisi kesadaran, mengisi kepala, yang tak sadar dilakukan berulang-ulang.

Aku mengamati bahwa kehidupan modern kini begitu candu dengan stimuli elektronik. Di waktu luang sendiri, bersama dengan teman atau keluarga, di dalam ruang kelas, kepala terpaku pada layar ponsel yang menyediakan seabrek stimuli. Memang, rasanya menyenangkan, karena rasa kecanduan tadi.

Namun, aku belajar bahwa stimuli yang tak dikontrol (waktu, cara penggunaan) dan didasari tujuan dari diriku sendiri hanyalah stimuli yang kosong.

9. Of course we will hurt each other — lesson from my relationships

Of course I’ll hurt you. of course you’ll hurt me. Of course we will hurt each other. But this is the very condition of existence. To become spring, means accepting the risk of winter. To become presence, means accepting the risk of absence.

Little Prince, Antoine de Saint-Exupéry

Tidak ada hubungan romantis di mana pasangan tidak saling menyakiti, tidak saling membuat luka. Tentu ada konflik, misalnya salah paham, saling tak setuju, saling keras kepala, saling berdebat, saling merasa kecewa, sedih, tersinggung, marah, dengan perilaku, perkataan, pilihan yang dilakukan oleh pasangan, dan sebagainya.

Faktanya, sekalipun berstatus sebagai pasangan, tak lantas lepas dari konflik, dari saling menyakiti dan disakiti.

Yang paling penting adalah bagaimana cara menangani konflik itu, bagaimana menangani diri sendiri sekaligus pasangan dan memperbaiki interaksi seperti sedia kala usai konflik. Proses ini menguras energi, mencampuradukkan emosi, melelahkan dan menakutkan sekali bagiku.

Namun, dengan pengertian di atas tadi, dan dengan sikap keras kepala dan kemauan untuk tidak menyerah satu sama lain ketika masa-masa sulit inilah yang membuat aku dan pasanganku berhasil melewati akhir tahun 2023.

… A lack of conflict can often mean that, in order to preserve equanimity and peace, one or both partners may be holding back and not expressing their true feelings, needs, and wants. And this is a recipe for longer-term discontent in the relationship. Conflict, contrary to what most of us think when we hear this word, doesn’t have to be a bad thing. If you get two people together in almost any relationship context — romantic, parent/child, colleague, friends — conflict will be inevitable because at different points in time we will have differing needs, wants, and feelings from one another. … Conflict also doesn’t have to mean fist fights and screaming matches. In fact, it shouldn’t. But appropriately expressed conflict can actually strengthen a relationship over time by teaching both people how to more skillfully negotiate their inevitable differences.

10. Involve Allah in daily life

Libatkanlah Allah, dalam keadaan sulit maupun senang, adalah pelajaran paling penting yang aku dapatkan tahun ini, dalam suatu ceramah.

Ketika sulit, libatkanlah Allah dengan cara selalu mengingat-Nya, berdoa kepada-Nya, meminta kepada-Nya. Ketika senang, libatkanlah Allah dengan cara bersyukur pada-Nya, mengingat diri-Nya dan nikmat-Nya. Allah tak pernah jauh dari hamba yang selalu mengingat-Nya.

Demikian pelajaran dari 2023 yang dapat kurefleksikan. Musim berganti dan hidup terus berjalan.

Aku ingin menutup tulisan ini dengan kata-kata Fyodor Dostoyevsky.

When I look back at the past and think of all the time I squandered in error and idleness, lacking the knowledge I needed to live; when I think of how I sinned against my heart and my soul, then my heart bleeds. Life is a gift, life is happiness … Every minute could have been an eternity of happiness! If youth only knew. Now my life will change, now I will be reborn.

Karina

26 Desember 2023

--

--