Lembayung Limbung

Karina
1 min readMar 25, 2022

Ia menatap lembayung yang mulai sabur dengan tenang. Bauran warna indah yang menyerapi permukaan air laut mengingatkannya pada suatu masa yang telah berlalu, kala ia tercerai dari perasaan bahwa ia hanya berjalan terus menuju kehancuran dan kesia-siaan, dan gairahnya akan hidup mekar kembali. Segala sesuatu diusahakannya dijalani dengan segenap jiwanya. Dunia dirasakannya sebagai tempat yang menggembirakan untuk ditinggali. Bukankah banyak sekali cinta kasih yang dicurahkan kepadanya? Dan, momen bersama yang terkasih membuatnya terlambung dalam kebahagiaan.

Dan, betapa kehadirannya dikenang serupa sebuah matahari dalam kehidupan seseorang, menyala-nyala dengan daya yang mampu membakar gairah. Tetapi telah lama ia merasa bagai matahari yang kepayahan yang sebentar lagi akan teronggok dalam nirsinar. Matahari mati yang sunyi dalam kesengsaraannya, mencari makna dalam puing-puing kehancurannya. Amat menyakitkan baginya berpijak bersama yang terlampau bersinar, sementara ia tergelincir menuju kekelaman.

Gairah untuk mati mengairahkannya, dan ia menginginkan segala sesuatu dipercepat. Maka, di sanalah ia diceritakan menggelamkan lembayungnya, kemudian di pusaran ombak ia limbung, bersama pancawarna sekaratnya.

Karina

Jumat, 25 Maret 2022

--

--